Zaman sebelum kemerdekaan bangsa ini, penggunaan istilah
politisi mungkin belum banyak terdengar
oleh kita, hal ini mungkin disebabkan karena pada zaman tersebut orang-orang
lebih fokus pada kemerdekaan, sehingga yang ada di pikiran mereka adalah hidup
atau mati, atau merdeka atau mati. Tantangan bangsa ini untuk keluar dari
belenggu penjajah sangat besar, bagaimana tidak mereka hidup di zaman yang
serba sulit, banyak sekali musuh bangsa ini tidak hanya jepang yang harus
dilawan dan diusir dari bumi pertiwi ini, akan tetapi orang – orang belanda
juga harus diusir di negeri ini. Untuk merebut kemerdekaan bangsa ini, entah
berapa nyawa menjadi korban dari kekejaman
tentara belanda dan jepang. Bertahun – tahun bangsa ini di jajah oleh
Belanda, namun semangat rakyat Indonesia tetap membara dan terus berupaya
melawan dan mengusir penjajah Belanda.
Perlawanan rakyat Indonesia akhirnya tidak sia-sia, tepat pada tanggal
17 agustus 1945 Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta memproklamirkan
kemerdekaan bangsa ini. Sorak gembira rakyat Indonesia menyambut kemerdekaan
terdengar di seluruh Nusantara, hal ini terjadi berkat Rahmat Allah, SWT dan
perjuangan seluruh rakyat Indonesia.
Kisah sebelum kemerdekaan ini mengingatkan kita akan pentingnya
menghargai perjuangan para Pahlawan yang telah berjuang merebut kemerdekaan
bangsa ini. Lantas bagaimana dengan setelah zaman kemerdekaan ? mari kita lihat
apa yang terjadi pasca Indonesia merkeda ?
Kepemerintahan Indonesia dipimpin oleh Bapak Soeharto, tentu
semua kita sudah sangat tahu dan kenal dengan Presiden RI ke 2 ini. Soeharto
lebih dikenal sebagai Bapak Pembangunan, di bawah kepemimpinannya pemerintahan
berjalan baik, target pembangunan terarah sesuai dengan Garis-Garis Besar
Haluan Negara, amanat Undang-Undang dijalankan sebagaimana mestinya. Masyarakat
Indonesia hidup rukun dan damai, jarang sekali kita melihat demonstrasi besar
dan terus menerus, semua dikendalikan oleh bapak Presiden secara ketat. Zaman
kepemerintahan Soeharto disebut juga zaman orde baru, tidak banyak politisi
mampu berkutik ketika itu, karena zaman Soeharto sangat keras sekali, sedikit
saja ada yang berkomentar miring dan tidak suka dengan kebijakan Soeharto
langsung distop, bahkan tidak sedikit dari politikus waktu itu dipenjara. Kepemerintahan Soeharto berjalan cukup lama
yaitu hampir 32 tahun lamanya, sehinga zaman ini disebut rezim Soeharto atau
zaman Rezim Orde Baru. Namun sekuat apapun kekuatan yang dimiliki Soeharto,
jika Allah sudah berkehendak lain maka mudah bagi Allah untuk merubah semua
keadaan. Di era orde baru cukup banyak politikus di penjara, sebut saja
misalnya AM.Fatwa, Sri Bintang Pamungkas
dan lain sebagainya. Walaupun kepemimpinanan Soeharto berjalan cukup
lama dan juga banyak politikus yang dipenjara, namun kepemerintahan Soeharto
akhirnya harus berhenti juga. Tepat pada pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami
krisis, harga barang mulai tinggi terutama harga sembilan bahan pokok (sembako),
masyarakat mulai kesulitan, hal ini terus terjadi hingga akhir tahun 1997.
Melihat kondisi Indonesia seperti beberapa
komponen anak bangsa mendesak Presiden Soeharto untuk melepaskan jabatannya
sebagai Presiden. Memasuki pada tahun
1998, puncak kemarahan masyarakat semakin tinggi, mahasiswa dan juga beberapa
tokoh sebut saja misalnya Bapak Amin Rais mendesak Presiden Soeharto mundur
dari jabatannya. Pada tahun 1998 banyak
peristiwa yang telah terjadi ketika itu, demo besar-besaran disetiap kampus
baik yang ada di jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta dan lain sebagainya terus
dilakukan. Suara Reformasi terdengar
lantang dari setiap penjuru tanah air Indonesia. Semua energi dicurahkan untuk
menggulingkan rezim yang sudah berkuasa lebih kurang 32 tahun itu, perlahan
namun pasti gerakan penggulingan rezim ini merupakan desakan kuat dari seluruh
komponen anak bangsa tidak hanya mahasiswa, masyarakat pun ikut membaur menyuarakan
reformasi. Sentral demontrasi
besar-besaran ini dilakukan di Gedung DPR – MPR RI sambil mendengarkan orasi
dari bapak Amien Rais. Ribuan mahasiswa tumpah ruah di gedung rakyat tersebut. Ibukota jakarta benar-benar dalam kondisi yang
sangat menyeramkan, tidak hanya demonstrasi, peristiwa penjarahan, pembakaran
aset milik warga keturunan asing juga terjadi disini.
Tepat pada bulan Mei 1998, Presiden RI Soeharto dan seluruh
pejabat teras pemerintahan Indonesia terus berupaya mempertahankan tahta dan
juga berusaha mencarikan solusi bagi bangsa ini, keadaan semakin tidak
terkendali, penjarahan, demonstrasi terus terjadi. Akhirnya tepat pada tanggal
19 Mei 1998 Presiden Soeharto mengumumkan dan bersedia mundur dari jabatannya
sebagai Presiden RI dan menyerahkan kepemimpinan bangsa ini kepada Wakil
Presiden RI yaitu bapak Habibie. Mendengar pengumuman Presiden RI ini seluruh
rakyat Indonesia khususnya mahasiswa dan para demonstran melakukan sujud
syukur, tampak diraut wajah mereka para demonstran begitu senang namun ada juga
yang tampak sedih dan haru, semuanya
bercampur menjadi satu. Terpilihnya
Bapak Habibie sebagai Presiden RI ketiga merupakan amanat undang-undang. Menjadi Presiden bukanlah hal yang mudah,
banyak persoalan yang harus diselesaikan, terutama memperbaiki perekonomian
bangsa Indonesia yang semakin terpuruk. Benar-benar pekerjaan yang sangat berat yang
harus dipikul oleh Presiden di era Reformasi. Namun Bapak Presiden Habibie
bukanlah sembarang orang, Habibie sudah sangat dikenal oleh masyarakat
Indonesia bahkan mancanegara. Banyak sekali prestasi dan penghargaan yang telah diperolehnya sebelum menjabat sebagai
Presiden. Karya terbesar yang ditorehkannya adalah menciptakan pesawat terbang.
Waktu terus berganti krisis moneter yang dialami bangsa ini
belum juga berhenti, nilai tukar Rupiah dengan mata uang asing semakin melemah,
harga barang semakin tinggi, masyarakat mulai gelisah dengan fluktuasi harga
yang sudah tidak menentu. Kepercayaan kepada Bapak Habibie mulai terjadi,
desakan sana sini kepada habibie mulai berbunyi. Sulit sekali rasanya
menyelesaikan krisis yang dialami bangsa ini. Presiden habibie dengan seluruh
menterinya terus berupaya memperbaiki negeri walau banyak yang tidak simpati
dan juga meyakini. Sebagai seorang teknokrat tentu tidak mudah bagi Habibie,
nilai tukar rupiah semakin melambung tinggi, bahkan sampai pada level tertinggi
(Rp.16.000). Perlahan Habibie tetap
meyakini bangsa ini harus mampu menyelesaikan krisis ini, melalui kran
demokrasi Habibie membuka era keterbukaan informasi, sebuah kran yang sudah lama dinanti-nanti,
namun tidak lantas kran ini digunakan sebagai cara untuk saling memaki. Lihat
saja di era kepemerintahannya Habibie memberikan banyak bukti diantaranya melepaskan
para tahanan politik negara ini. Siapa yang tidak kenal Habibie? Bukan janji
tapi bukti sebagai komitmen diri memperbaiki negara ini.
Memasuki era keterbukaan informasi tentu memiliki tantangan
tersendiri, semua orang mulai berbunyi bahkan sedikit salah langsung dimaki,
seakan diri benar sendiri. Sungguh sedih
rasanya melihat negeri ini, melihat anak bangsa saling menyalahi. Sudahkah
kita melihat diri dan apa yang mesti diperbaiki? Semuanya seakan ingin jadi
politisi, menganggap diri hebat sendiri. Haruskah Habibie yang disalahi karena telah
membuka kran keterbukaan informasi yang mengakibatkan semakin menjamurnya para
politisi di negeri ini? Mari kita berhenti berkelahi dan meyalahi, kita bangun
negeri ini untuk berbakti sebagai bukti kita cinta akan negeri.
Negeri ini harus berdiri diatas kaki sendiri sebagaimana
yang pernah dilontarkan oleh Bapak Proklamasi. Zaman memang sudah berganti
setiap zaman memiliki keunikan tersendiri, lihat saja saat ini bangsa Indonesia
memasuki zaman reformasi, sebuah zaman yang menghendaki banyak perubahan yang
harus diperbaiki. Zaman reformasi, hampir
dua periode akan dilalui, namun belum banyak yang diperbaiki sebagaimana amanat
reformasi, masyarakat hanya bisa menanti agar perbaikan terus terjadi, setiap lima tahun sekali indonesia mengganti
pemimpin negeri ini, lantas apa yang telah terjadi? Sudah lepaskah kita dari
krisis ini? Entahlah siapa yang harus
menjawab dan menyelesaikan persoalan ini.
Zaman reformasi banyak orang ingin jadi politisi, karena mudah
mendapati, cukup memberi simpati, mengumbar janji sana sini bahkan tidak
sedikit menjual aset diri agar bisa duduk meraih mimpi. Sungguh sebuah fenomena
yang menyedihkan bukannya memperbaiki bangsa ini, tapi justru memperkaya diri
sendiri.
Politisi, namamu senang disebut, mudah dikenal, dan disetiap
event sosokmu selalu hadir menghampiri, agar terkesan ikut peduli. Hari ini
engkau berdomisili dipartai ini, namun besok engkau berganti baju lagi. Mencari sesuatu yang pasti engkau dapati ,
engkau tidak peduli walau kawanmu memarahi.
Sungguh engkau memang politisi sejati, percaya diri sangat tinggi.
Saudara pembaca yang baik hati, 10 tahun sudah berlalu, apa yang telah terjadi
di negara ini, banyak sekali orang ingin menjadi politisi, tidak hanya mereka
yang berpendidikan tinggi, bahkan yang berpendidikan rendahpun ingin ikut
menjadi politisi, dengan maksud ingin ikut memperbaiki negeri ini? Hal ini tidak hanya terjadi di ibukota bahkan
dipelosok daerah terpencilpun ramai-ramai ingin menjadi politisi. Jika kita lihat dari aspek kepatutan tentu
yang berpendidikan tinggi harus dihargai, tetapi mengapa negeri ini menjadi
unik sendiri justru yang berpendidikan tinggi banyak yang korupsi. Lihat saja
di TV, setiap hari kita disuguhi informasi mengenai korupsi tidak dari
pemerintah saja bahkan dari pihak politisi juga banyak terlibat korupsi, apakah
mereka sedih melihat ini?
Politisi, kelakuanmu sungguh membuat masyarakat menjadi
bingung, kadang menyenangkan namun kadang menyedihkan. Tidak peduli apapun
partai mu, politisi tetaplah politisi, hari ini engkau bergabung dengan partai
ini, besok engkau pindah lagi, hari ini engkau bermusuhan dengan kawan mu,
besoknya lagi engkau berkawan dengan kawan mu.
Kadang Kawan kamu jadikan lawan, kadang Lawan kamu jadikan Kawan.
Semuanya engkau atur sesuka mu yang penting keinginan mu terpenuhi.